Selasa, 27 September 2011

MOTIVASI BELAJAR ANAK


 A.    Pendahuluan
 Tujuan pendidikan yang tercantum dalam Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, Bab II pasal 4 dikemukakan bahwa pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Mengingat tujuan pendidikan nasional dan pentingnya pendidikan, maka guru dituntut lebih untuk tampil dan hadir sebagai seorang motivator yang kuat bagi peserta didik. Sebab, guru adalah salah satu objek yang memiliki hubungan dekat dengan anak selain orang tua, yang bersentuhan langsung dalam memberikan pembinaan dan perhatian kepada anak.
Makin maraknya perkembangan teknologi dan komunikasi sekarang ini, memberikan peluang kepada anak untuk lebih menuju ke arah perkembangan pengetahuan dengan cepat. Namun, tidak sedikit pula anak yang merasa tidak mampu untuk bersaing dengan kawan-kawannya mengingat keterbatasan fasilitas yang mereka punya. Di sinilah peranan guru dalam memberikan motivasi kepada anak untuk tetap belajar dengan segala keterbatasan yang ada.
Berangkat dari pembahasan tersebut di atas, maka penulis tertarik mengangkat judul “Motivating Students to Learn (Motivasi Belajar Anak)” sebagai bahan kajian dalam tulisan ini.
B. Pengertian Motivasi
 Slavin (1994:347) mengemukakan bahwa motivation is one of the most important components of learning and one of the most difficult to measure. Sejalan dengan itu Santrock (2007: 510) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama.
Baron (1992) dan Shunk (1990) (dalam Slavin, 1994: 347) juga mendefinisikan motivasi sebagai proses internal dalam aktivitas, tuntunan dalam mempertahankan tingkah laku, bahasa sederhananya adalah apa yang didapat, mempertahankan, dan memutuskan yang didapatkan, lalu bekerja.
1.      Motivasi Belajar dan Teori Perilaku
Motivasi berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam dii seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan).
Motivasi murid di kelas berkaitan dengan alasan di balik perilaku murid dan sejauhmana perilaku mereka diberi semangat, punya arah dan dipertahankan dalam jangka lama. Jika murid tidak menyelesaikan tugas karena bosan, maka dia kekurangan motivasi, jika murid menghadapi tantangan dalam penelitian dan penulisan makalah, tetapi ia terus berjuang dan mengatasi rintangan, maka dia mempunyai motivasi yang besar.
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki oleh individu akan menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.
Perspektif tentang Motivasi
a.      Perspektif Behavioral
Menekankan imbalan dan hukuman eksternal sebagai kunci dalam menentukan motivasi murid. Insentif adalah peristiwa atau stimuli positif atau negatif yang dapat memotivasi perilaku murid. Mendukung penggunaan insentif menekankan bahwa insentif dapat menambah minat atau kesenangan pada pelajaran, dan mengarahkan perhatian pada perilaku yang tepat menjauhkan mereka dari perilaku yang tidak tepat. (Emmer dalam Santrock, 2007: 511).  
b.      Perspektif Humanistis
Menekankan pada kapasitas murid untuk mengembangkan kepribadian, kebebasan untuk memilih nasib mereka dan kualitas positif (seperti peka terhadap orang lain). Perspektif ini berkaitan dengan pandangan Abraham Maslow bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipuaskan dahulu sebelum memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi. Menurut hierarki kebutuhan Maslow, kebutuhan individual harus harus dipuaskan dalam urutan sebagai berikut:
1)      Fisiologis: lapar, haus, tidur
2)      Keamanan (safety): bertahan hidup, seperti perlindungan dari perang dan kejahatan
3)      Cinta dan rasa memiliki: keamanan (security), kasih saying, dan perhatian dari orang lain.
4)      Harga diri: menghargai diri sendiri
5)      Aktualisasi diri: realisasi potensi diri.
c.       Perspektif Kognitif
Menurut perspektif kognitif, pemikiran murid akan memandu motivasi mereka. Tekanan eksternal seharusnya tidak dilebih-lebihkan. Perspektif kognitif merekomendasikan agar murid diberi lebih banyak kesempatan dan tanggung jawab untuk mengontrol hasil prestasi kerja mereka sendiri. Perspektif kognitif mengusulkan konsep motivasi kompetensi, yakni ide baha orang termotivasi untuk menghadapi lingkungan mereka secara efektif, menguasai dunia mereka, dan memproses informasi secara efisien.
d.     Perspektif Sosial
Menurut perspektif sosial kebutuhan afiliasi atau keterhubungan adalah motif untuk berhubungan dengan orang lain secara aman. Ini membutuhkan pembentukan, pemeliharaan dan pemulihan hubungan personal yang hangat dan akrab. Kebutuhan afiliasi murid tercermin dalam motivasi mereka untuk menghabiskan waktu bersama teman, kawan dekat, keterkaitan mereka dengan orang tua, dan keinginan untuk menjalin hubungan positif dengan guru.
Baker dan Mc. Combs dalam (Santrock, 2007: 513) mengemukakan bahwa murid sekolah yang punya hubungan yang penuh perhatian dan suportif biasanya memiliki sikap akademik yang positif dan lebih senang bersekolah. Dalam sebuah studi berskala luas, salah satu faktor terpenting dalam motivasi dan prestasi murid adalah persepsi mereka mengenai apakah hubungan mereka dengan guru bersifat positif atau tidak.
Dalam teori perilaku, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat karena adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil nteraksi antara stimulus dan respons.
Konsep motivasi belajar berkaitan erat dengan prinsip bahwa perilaku yang memperoleh penguatan (reinforcement) di masa lalu lebih memiliki kemungkinan diulang dibandingkan dengan perilaku yang tidak memperoleh penguatan atau perilaku yang terkena hukuman (punishment). Dalam kenyataannya, daripada membahas konsep motivasi belajar, penganut teor perilaku lebih memfokuskan pada seberapa jauh siswa telah belajar untuk mengerjakan pekerjaan sekolah dalam rangka mendapatkan hasil yang diinginkan.
2.      Macam-macam Motivasi
Motivasi terbagi menjadi dua, yakni:
  1. Motivasi intrinsik, yaitu jenis motivasi yang timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan atau dorongan orang lain untuk mencapai tujuan itu sendiri. Misalnya: siswa belajar menghadapi ujian karena dia senang dengan mata pelajaran yang diujikan itu.
  2. Motivasi ekstrinsik, yaitu melakukan sesuatu untuk mendapat sesuatu yang lain. Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu. Apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar. Misalnya: siswa mungkin belajar keras menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai yang baik.
Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru. Karena di dalam diri siswa tersebut ada motivasi, yaitu motivasi intrinsik Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memperhaitkan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan.
De Charms, Deci, Koestner, & Ryan (dalam Santrock, 2007:515) mengemukakan bahwa salah satu pandangan tentang motivasi intrinsik adalah menekankan pada determinasi diri. Dalam pandangan ini siswa ingin percaya baha mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan karena kesuksesan atau imbalan eksternal.
Brophy, 1998; Deci & Ryan, 1994 (dalam Santrock 2007: 515) memberikan cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk memberi kesempatan kepada siswa untuk memilih dan determinasi diri, yakni: (1) luangkan waktu, (2) bersikap penuh perhatian (atentif), (3) mengelola kelas secara efektif, (4) menciptakan pusat pembelajaran, (5) membentuk kelompok minat.
Grolnick, dkk & Stipek (dalam Santrock, 2007: 515) menambahkan bahwa motivasi internal dan minat intrinsik dalam tugas sekolah naik apabila siswa punya pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung jawab personal atas pembelajaran mereka.
Konsep motivasi sangat erat dengan tingkah laku yang dilakukan pada masa lalu dan apa yang dilakukan pada masa kini. Faktanya Skinner mengatakan bahwa tak bisa dipisahkan antara belajar dan motivasi karena motivasi adalah hasil bentukan masa lalu yang dapat dinilai oleh orang tua atau guru yang kemudian menjadi motivasi siswa.
Pengalaman optimal juga menjadi salah satu hal yang memotivasi siswa dalam segi intrinsik. Hal ini terlihat disaat individu terlibat dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu mudah. Dan pengalaman optimallah yang akan membantu seseorang untuk menguasai dan berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas. 

C. Guru sebagai Motivator
Seorang motivator adalah seseorang yang mampu membangkitkan motif atau keinginan seseorang untuk melakukan suatu tindakan tertentu. Berdasarkan kedudukannya sebagai seorang guru tentu memiliki sasaran yang pasti yaitu sisa yang dihadapinya sehari-hari. Bangkitnya motivasi mereka untuk meraih suatu prestasi merupakan bagian dari keberhasilannya sebagai seorang motivator dan merupakan suatu kebanggaan melihat murid yang dibimbingnnya memiliki suatu prestasi yang optimal.
Aqib (2002: 50) memberikan masukan tentang 16 prinsip untuk mendorong motivasi belajar siswa, yakni: (1) pemberian pujian, (2) kepuasan kebutuhan psikologis, (3) intrinsik, (4) penguatan, (5) penalaran, (6) pemahaman atas tujuan, (7) tugas yang dibebankan oleh diri sendiri, (8) ganjaran dari luar, (9) teknik pembelajaran yang bervariasi, (10) minat khusus siswa, (11) penyesuaian dengan kondisi siswa, (12) menghindari adanya kecemasan, (13) tingkat kesulitan tugas, (14) kadar emosi, (15) pengaruh kelompok, (16) kreativitas siswa.
Dari 16 prinsip yang dikemukan di atas, ada beberapa prinsip yang penulis anggap ampuh sebagai pendorong motivasi siswa, yakni:
1.      Pemberian pujian
Motivasi akan hadir manakala siswa merasa dihargai. Memberikan pujian yang wajar merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memberikan penghargaan. Pujian tidak selamanya harus dengan kata-kata. Pujian sebagai penghargaan dapat dilakukan dengan isyarat, misalnya senyuman dan anggukan yang wajar, atau mungkin dengan tatapan mata yang meyakinkan.
2.      Kepuasan kebutuhan Psikologis
Siswa akan termotivasi belajar dengan sikap ekspektasi guru yang positif. Sebab ekspektasi memengaruhi sikap dan perilaku siswa terhadap guru. Kemampuan guru untuk tidak memihak pada siswa yang berkemampuan cerdas saja akan memberikan motivasi kepada siswa yang berkemampuan rendah untuk terus belajar.
3.      Intrinsik
Siswa akan termotivasi belajar manakala mereka memiliki minat atau keinginan dari dalam dirinya. Minat ini ntr disiasati oleh guru dengan memberikan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa, mata pelajaran yang sesuai dengan tingkat pengalaman dan kemampuan siswa, menggunakan model dan strategi pembelajaran secara bervariasi agar siswa tidak merasa bosan.
4.      Penguatan
Penguatan dilakukan agar siswa merasa mendapatkan penghargaan dari gurunya. Penguatan dilakukan dengan pemberian komentar positif. Setelah siswa selesai mengerjakan sesuatu tugas, sebaiknya diberikan komentar secepatnya, misalnya dengan memberikan tulisan “bagus” atau “teruskan pekerjaanmu”, atau “tingkatkan lagi kemampuanmu”, dan sebagainya. Karena dengan penguatan melalui komentar akan meningkatkan motivasi belajar siswa.
5.      Pemahaman atas tujuan
Tujuan yang jelas dapat membuat siswa paham ke mana ia ingin dibawa. Pemahaman siswa tentang tujuan pembelajaran dapat menumbuhkan minat siswa untuk belajar yang pada gilirannya dapat meningkatkan motivasi belajar mereka. Semakin jelas tujuan yang ingin dicapai, maka akan semakin kuat motivasi belajar siswa.
6.      Menghindari adanya kecemasan
Kecemasan (anxiety) adalah perasaan takut dan kegundahan yang tidak jelas dan tidak menyenangkan. Adalah normal jika siswa merasa cemas atau khawatir saat menghadapi kesulitan di sekolah, seperti saat akan mengerjakan ujian. Guru seharusnya memberikan suatu relaksasi kepada siswa yang mengalami kecemasan dalam belajar.
7.      Kerja kelompok
Persaingan yang sehat dapat memberikan pengaruh yang baik untuk keberhasilan pembelajaran siswa. Melalui persaingan siswa dimungkinkan berusaha dengan sungguh untuk memperoleh hasil yang terbaik. Kerjasama kelompok sangat dibutuhkan. Penggunaan pendekatan cooperative learning dapat dipertimbangkan untuk menciptakan perasaingan antarkelompok.

D.    Meningkatkan Kesuksesan Belajar Melalui Motivasi
Upaya meningkatkan motivasi belajar terdiri dari:
1.      Penggerakan dengan cara prinsip kebebasan, metode discovery, motivasi kompetensi, belajar discovery, brainstorming, suasana yang berpusat pada siswa, dan pengajaran yang berprogram.
2.      Pemberian harapan dengan cara merumuskan TIK, tujuan yang langsung, intermediate, jangka panjang, perubahan harapan, dan tingkat aspirasi.
3.      Pemberian insentif, dengan cara umpan balik hasil tes, pemberian hadiah, komentar, dan kerjasama.
4.      Pengaturan tingkah laku siswa, dengan cara restitusi dan the ripple effect.

Selain dari upaya tersebut di atas, guru seharusnya memahami prinsip pembelajaran sehingga dapat mempertimbangkan hal berikut ini:
1.      Motivasi ntrinsic dinilai lebih baik sebab berkaitan langsung dengan tujuan pembelajaran itu sendiri.
2.      Perhatian atau pemusatan energi psikis terhadap pelajaran erat kaitannya dengan motivasi. Untuk memusatkan perhatian terhadap pelajaran ntr didasarkan terhadap diri siswa itu sendiri dan/ atau terhadap situasi pembelajarannya.
3.      Aktivitas belajar itu sendiri adalah aktivitas. Bila pikiran dan perasaan siswa tidak terlibat aktif dalam situasi pembelajaran, pada hakikatnya siswa tersebut tidak belajar. Penggunaan metode dan media yang bervariasi dapat merangsang siswa lebih aktif belajar.
4.      Umpan balik di dalam belajar sangat penting, supaya siswa segera mengetahui benar tidaknya pekerjaan yang ia lakukan. Umpan balik (feed back) dari guru, sebaiknya yang mampu menyadarkan siswa terhadap kesalahan mereka dan meningkatkan pemahaman siswa akan pelajaran tersebut.
5.      Perbedaan individual adalah individu tersendiri yang memiliki perbedaan dari yang lain. Guru hendaknya mampu memperhatikan dan melayani siswa sesuai dengan hakikat mereka masing-masing. Berkaitan dengan ini catatan pribadi setiap siswa sangat diperlukan. Pembelajaran merupakan suatu ntrin lingkungan belajar yang terdiri dari ntrin tujuan, bahan pelajaran, strategi. Alat, siswa, dan guru. Semua ntrin atau komponen tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi, dan semuanya berfungsi dengan berorientasi kepada tujuan.
 
KESIMPULAN
 Motivasi sebagai proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama. Motivasi dapat muncul dari dalam juga dari luar diri seseorang.
Guru sebagai motivator hendaknya mampu melihat, ntrinsic dan menempatkan diri sebagai motivator yang baik. Memberikan kepuasan kepada siswa dalam menghadapi pembelajaran.
Sebagai motivator guru harus memperhatikan beberapa hal, yakni: (1) Motivasi ntrinsic, (2) Perhatian atau pemusatan energi psikis terhadap pelajaran, (3) Aktivitas belajar itu sendiri adalah aktivitas, (4) Penggunaan metode dan media yang bervariasi dapat merangsang siswa lebih aktif belajar, (5) Umpan balik di dalam belajar sangat penting, (6) Perbedaan individual adalah individu tersendiri yang memiliki perbedaan dari yang lain.
 
DAFTAR PUSTAKA
 
Aqib, Zainal. 2002. Profesional Guru dalam Pembelajaran. Surabaya: Insan Cendekia.

Eggen, Paul D & Don Kauchak. 1994. Education Psychologi Classroom Connecctions. New York: Mc Millan College Publishing Company, Inc.

Ireland, Karin. 2003. 150 Cara untuk Membantu Anak Meraih Sukses. Jakarta: Erlangga.

Santrock, John. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Slavin, Robert E. 2008. Educational Psychology: Theory into Practice. Boston: Allyn and Boston.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar