PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI MEDIA “KAMAR PAS” PADA PESERTA DIDIK KELAS I SD NEGERI TAENG
Ulfa Tenri Batari.
Abstrak: Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah meningkatkan kemampuan membaca permulaan peserta didik melalui penggunaan media “Kamar Pas”. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Taeng pada kelas I dengan jumlah peserta didik sebanyak 44 orang. Metode penelitian ini dilakukan mulai dari tahap pratindakan, dan dilakukan sebanyak dua siklus. Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dengan menggunakan data dari hasil observasi pembelajaran dan proses pembelajaran di kelas. Analisis kuantitatif dengan menggunakan data tes hasil belajar kemampuan membaca permulaan. Hasil analisis data menunjukkan terjadi peningkatan aktivitas pembelajaran membaca permulaan melalui media kamar pas.
Kata kunci: membaca permulaan, kemampuan membaca permulaan, media kamar pas.
PENDAHULUAN
Sekolah dasar sebagai salah satu lembaga pendidikan dasar memiliki fungsi yang sangat fundamental dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Karena sekolah dasar merupakan dasar dari proses pendidikan yang ada pada jenjang berikutnya. Danim (2003) mengemukakan bahwa ada dua misi utama pembangunan pendidikan jenjang sekolah dasar yaitu misi semesta dan misi adaptif kualitatif. Misi yang pertama mengarah pada suatu tujuan yaitu agar peserta didik SD dapat memiliki bekal hidup minimal, termasuk bekal hidup untuk memasuki sektor produktif. Sedangkan misi yang kedua bertujuan agar peserta didik SD dapat mengakses keterlibatan diri secara lebih intensif dalam konteks pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta melanjutkan pendidikan pada jenjang berikutnya.
Permasalahan yang kini justru menghadang adalah upaya meningkatkan kualitas pendidikan untuk mencapai misi yang kedua yaitu misi adaptif dan kualitatif. Sanusi (dalam Danim, 2003) mengemukakan bahwa persoalan utama yang dihadapi dalam pengelolaan SD saat ini bukan saja terletak pada sisi efisiensinya, tetapi juga masalah mutu, akses, dan peluang pengembangan. Rendahnya tingkat efisiensi dan penguasaan peserta didik terhadap materi pembelajaran disebabkan oleh prestasi belajar akademis lebih banyak diterangkan oleh faktor guru, buku paket, alat belajar, dan manajemen sekolah.
.Ulfa Tenri Batari adalah guru sekolah dasar yang bertugas di SD Negeri Taeng Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. Artikel ini diangkat dari hasil Best Practice tahun 2010.
Perubahan paradigma pembelajaran perlu dilakukan berdasarkan pada fenomena tersebut di atas. Perubahan yang dimaksud seperti perubahan pembelajaran yang berpusat pada guru menuju ke pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, dan mengedepankan pendekatan kontekstual dalam mewujudkan pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik. Hal ini perlu dikedepankan mengingat pendidikan SD mengarah pada pembentukan kemampuan dasar yang bertujuan menanamkan dan mengembangkan kemampuan dasar untuk belajar, mengembangkan sikap positif terhadap belajar dan menanamkan kemauan untuk belajar sepanjang hayat. Solusi untuk memperbaiki kondisi tersebut adalah dengan mencari strategi-strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, yang sesuai dengan dunia peserta didik sehingga mereka dapat mewujudkan empat pilar dalam belajar oleh UNESCO yaitu belajar untuk mengetahui, belajar untuk melakukan, belajar untuk menjadi, dan belajar untuk hidup bersama.
Pengkondisian proses belajar yang kondusif dan bermakna juga diperlukan atas dasar pertimbangan berbagai teori belajar. Rouseau (dalam Morrow, 1993) mengemukakan bahwa pendidikan bagi anak usia muda harus bersifat alamiah dan tidak dipaksakan. Peserta didik belajar melalui keingintahuannya. Sementara itu Ausubel (dalam Dahar, 1989) mengemukakan bahwa belajar bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep yang relevan. Di lain pihak, para tokoh yang tergabung dalam aliran konstruktivistik mengemukakan bahwa anak mengkonstruksi sendiri konsep-konsep belajarnya melalui interaksinya dengan objek-objek belajar.
Salah satu sistem yang dapat diterapkan yakni peserta didik belajar dengan “melakukan”. Selama proses “melakukan” tersebut mereka akan memahami dengan lebih baik dan menjadi lebih antusias di kelas. Menurut Sutirjo dan Mamik (2004), dalam proses pembelajaran perlu memadukan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain dalam satu tema. Alasan pertama yang mendasari hal ini adalah karena latar belakang empiris. Kenyataan dalam kehidupan sehari-hari tidak satupun fenomena alam yang terjadi secara terpisah atau berdiri sendiri, namun justru bersifat kompleks dan terpadu. Alasan kedua, yaitu tuntutan dan perkembangan iptek yang begitu pesat dan kompleks, secara ilmiah membutuhkan penyikapan secara realistis. Dengan demikian, peningkatan kualitas pembelajaran dan bahan ajar di sekolah harus diperkaya dengan kenyataan hidup dan tuntutan zaman.
Pembelajaran tematik perlu diterapkan, agar perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta permasalahan yang begitu kompleks dalam proses pembelajaran terakomodasi. Mengingat, dengan pembelajaran tematik peserta didik tidak terpisah dengan kehidupan nyata dan tidak ‘gagap’ dalam menghadapi perkembangan zaman. Pembelajaran tematik akan menciptakan sebuah pembelajaran terpadu yang akan mendorong keterlibatan peserta didik dalam belajar, membuat peserta didik aktif terlibat dalam proses pembelajaran, dan menciptakan situasi pemecahan masalah sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Kondisi belajar yang melibatkan peserta didik secara langsung dalam pembelajaran tematik tidak sejalan dengan fenomena yang terjadi di SD Negeri Taeng. Salah satu masalah yang terjadi di SD Negeri Taeng adalah kurangnya pemanfaatan media pembelajaran oleh guru, sehingga peserta didik kurang memahami konsep pembelajaran yang juga menyebabkan pengalaman belajar peserta didik kurang. Persoalan lain yang muncul adalah kemampuan membaca peserta didik merupakan fokus utama guru di kelas awal, sebab kemampuan membaca dapat membantu peserta didik dalam memahami persoalan pembelajaran yang lainnya. Berita yang menggembirakan adalah bahwa kemampuan peserta didik dalam membaca teks cukup memadai, namun kemampuan memahami teks tersebut yang masih rendah. Dari hasil observasi penulis, ditemukan sekitar 22 dari 44 orang peserta didik atau sekitar 50% peserta didik kelas I di SD Negeri Taeng Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa bermasalah dalam membaca. Permasalahan ini yang kemudian menjadi bahan diskusi penulis dengan wali kelas serta dewan guru yang ada di sekolah tersebut. Dengan alasan itulah, penulis melakukan penelitian di tempat tersebut dan meneliti tentang membaca permulaan peserta didik di kelas 1 sekolah dasar. Media pembelajaran yang lekat dengan peserta didik kelas awal adalah media yang mudah mereka temukan dan mudah mereka pahami, sehingga salah satu alternatif solusi permasalahan tersebut adalah dengan digunakannya media kartu kata dan media gambar.
Listiani (2009) pernah meneliti tentang penggunaan kartu kata dan kartu gambar untuk meningkatkan prestasi peserta didik dalam pembelajaran bahasa Arab di SD Muhammadiyah Malang, sejalan dengan itu Umaroh (2010) meneliti tentang penggunaan media kartu kata dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan pada anak tunagrahita dan kesemuanya berhasil. Penulis mencoba memodifikasi kartu kata dan media gambar serta mengaitkannya dengan teknologi tepat guna sederhana untuk kalangan peserta didik kelas awal melalui penggunaan media “Kamar Pas”.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mengambil tindakan, yaitu “Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan melalui Media Kamar Pas pada Peserta Didik Kelas I SD Negeri Taeng Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa” sebagai judul dalam penelitian ini.
Peneliti memilih media kamar pas untuk meningkatkan kemampuan membaca peserta didik melalui media pembelajaran sederhana yang memudahkan peserta didik mentransfer ilmu. Media kartu permainan puzzle baca cerdas (Kamar Pas) adalah sebuah istilah media pembelajaran melalui media kartu permainan puzzle baca cerdas yang dimodifikasi dengan lampu-lampu indikator pada gambar yang telah disediakan dengan bantuan rangkaian listrik sederhana untuk mencerminkan kemampuan membaca sesungguhnya yang dicapai oleh pembaca. Dua unsur penyokong kegiatan/proses membaca, yakni unsur visual (kemampuan gerak motoris mata dalam melihat dan mengidentifikasi lambang-lambang grafis) dan unsur kognisi (kemampuan otak dalam mencerna dan memahami lambang-lambang grafis).
Pelatihan dan pembiasaan perlu dilakukan guna mencapai kemampuan membaca permulaan yang tinggi. Dalam kegiatan membaca terjadi proses pengolahan informasi yang terdiri atas informasi visual dan informasi nonvisual (Smith, 1985:12). Informasi visual, merupakan informasi yang dapat diperoleh melalui indera penglihatan, sedangkan informasi nonvisual merupakan informasi yang sudah ada dalam benak pembaca. Karena setiap pembaca memiliki pengalaman yang berbeda-beda dan dia menggunakan pengalaman itu, guna menafsirkan informasi visual dalam bacaan, maka isi bacaan itu akan berubah-ubah sesuai dengan pengalaman penafsirannya (Anderson, 1972:211).
Membaca adalah proses interaksi antara pembaca dengan teks bacaan. Pembaca berusaha memahami isi bacaan berdasarkan latar belakang pengetahuan dan kompetensi kebahasaannya. Membaca permulaan dalam pengertian ini adalah membaca permulaan dalam teori keterampilan, maksudnya menekankan pada proses penyandian membaca secara mekanikal. Membaca permulaan yang menjadi acuan adalah membaca merupakan proses recoding dan decoding (Anderson, 1972:209). Membaca merupakan suatu proses yang bersifat fisik dan psikologis. Proses yang bersifat fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual. Dengan indera visual, pembaca mengenali dan membedakan gambar-gambar bunyi serta kombinasinya. Melalui proses recoding, pembaca mengasosiasikan gambar-gambar bunyi beserta kombinasinya itu dengan bunyi-bunyinya. Dengan proses tersebut, rangkaian tulisan yang dibacanya menjelma menjadi rangkaian bunyi bahasa dalam kombinasi kata, kelompok kata, dan kalimat yang bermakna.
Pembaca mengamati tanda-tanda baca untuk membantu memahami maksud baris-baris tulisan. Proses psikologis berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi. Melalui proses decoding, gambar-gambar bunyi dan kombinasinya diidentifikasi, diuraikan kemudian diberi makna. Proses ini melibatkan knowledge of the world dalam skemata yang berupa kategorisasi sejumlah pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dalam gudang ingatan (Syafi’ie, 1999:7).
Combs (dalam Rofi’uddin, 1999:58) memilah kegiatan membaca menjadi tiga tahap, yakni tahap persiapan, tahap perkembangan, dan tahap transisi. Dalam tahap persiapan, anak mulai menyadari tentang fungsi barang cetak, konsep tentang cara kerja barang cetak, konsep tentang huruf, konsep tentang kata. Dalam tahap perkembangan, anak mulai memahami pola bahasa yang terdapat dalam barang cetak. Anak mulai belajar memasangkan satu kata dengan kata yang lain. Dalam tahap transisi, anak mengubah kebiasaan membaca bersuara menjadi membaca dalam hati. Anak mulai dapat melakukan kegiatan membaca dengan santai (tidak tegang). Sejalan dengan itu, Clay (dalam Rofi’uddin, 1999:59) mengemukakan perlunya penciptaan kondisi yang kondusif bagi kegiatan membaca. Kondisi yang dimaksud adalah (1) kemahiran membaca diperoleh melalui interaksi sosial dan tingkah laku emulatif (kompetitif); (2) anak menguasai kemahiran membaca sebagai hasil dari pengalaman hidupnya; (3) anak akan menguasai kemahiran membaca jika ia tahu tujuan memerlukan proses; (4) kegiatan bermain memainkan peran penting dalam penguasaan membaca. Ur (1996:141-142) mengemukakan beberapa petunjuk tentang membaca permulaan, menurutnya pembelajaran membaca sebaiknya dimulai setelah peserta didik mempunyai beberapa pengetahuan dasar mengenai bahasa lisan, sehingga proses membaca menjadi lebih cepat menangkap makna bukan menerjemahkan simbol.
Menurut Sardiman (1996:16) kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata ’medium’ yang secara harfiah berarti ´perantaraan atau pesan dari pengimajian ke penerima pesan’. Media kamar pas adalah perantara yang digunakan berupa kartu permainan puzzle baca cerdas yang dimodifikasi dengan lampu-lampu indikator pada gambar yang telah disediakan dengan bantuan rangkaian listrik sederhana. Media kamar pas ini dibuat dari bahan mika dengan bantuan chip (kartu kamar pas) yang terbuat dari PCB (project circuit breaker) dan memiliki rangkaian listrik paralel.
Media kamar pas yang digunakan dalam penelitian ini digunakan dengan langkah-langkah berikut, yakni: (1) guru menjelaskan tentang indikator pembelajaran; (2) peserta didik dibagi ke dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 orang; (3) guru membagikan chip Kamar Pas; (4) peserta didik berbagi tugas dalam setiap kelompoknya; (5) peserta didik membaca soal yang ada pada chip kamar pas; (6) teman sekelompoknya mencocokkan jawaban yang ada di meja kamar pas; (7) peserta didik melakukannya dengan cepat dan diberi batasan waktu.
Berdasarkan pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan beberapa manfaat dari media kamar pas ini yaitu dapat mengetahui tingkat keterbacaan peserta didik, dan latar belakang pengalaman yang berupa minat, dan kemampuan membaca peserta didik. Menurut Kamidjan (1996:72) suatu alat ukur tentu memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulannya sebagai berikut : memudahkan mentransfer ilmu, menciptakan suasana pembelajaran PAIKEM, peserta didik belajar sambil bermain. Sedangkan kelemahannya yaitu : menggunakan listrik untuk mengaktifkannya, kartu Kamar Pasnya sensitif terhadap berbagai gangguan. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut peneliti memberikan instalasi arus listrik dengan bantuan aki untuk menyiasati arus listrik yang padam, memberikan kotak pengaman dan mengganti bahan kaca menjadi bahan mika. Tujuan penelitan tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan dengan menggunakan media kamar pas peserta didik kelas I SD Negeri Taeng Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa.
METODE
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa: silabus pembelajaran, rencana pelaksanaan pembelajaran, hasil kemampuan membaca peserta didik dengan menggunakan media kamar pas, hasil uji tes membaca dan hasil observasi terhadap kegiatan pembelajaran. Sumber data dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas I SD Negeri Taeng Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa 2010/2011 selama berlangsungnya penelitian tindakan kelas.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, karena penelitian ini dilaksanakan berangkat dari permasalahan pembelajaran di kelas, kemudian ditindak lanjuti dengan penerapan suatu tindakan pembelajaran kemudian direfleksi, temuan pada saat refleksi direvisi, dianalisis dan dilakukan penerapan kembali pada siklus-siklus berikutnya. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan, yaitu peneliti berusaha untuk menerapkan suatu tindakan sebagai upaya perbaikan guna mengatasi masalah yang ditemukan. Karena penelitian dilaksanakan dengan setting kelas, maka disebut penelitian tindakan kelas.
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, model Stephen Kemmis dan Mc Taggart (dalam Umar, 2008:10), model ini menggunakan sistem spiral refleksi diri yang dimulai dari rencana, tindakan, pengamatan, refleksi, dan perencanaan kembali yang merupakan dasar untuk suatu rancangan pemecahan masalah. Prosedur penelitian diawali dengan pra tindakan yaitu mengadakan identifikasi media kamar pas dan kemampuan membaca permulaan kemudian baru dilaksanakan tindakan yang terdiri dari 2 siklus. Setiap siklus memerlukan waktu 2 kali pertemuan, setiap pertemuan memerlukan 3 x 35 menit. Persiapan tindakan setiap siklus sebagai berikut: menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran yang mengacu pada silabus yang telah dibuat oleh guru, menyiapkan bahan ajar, menyusun instrumen sebagai alat observasi yang meliputi lembar kemampuan membaca permulaan peserta didik dan lembar pengamatan masalah yang dihadapi untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan peserta didik serta menyusun jadwal tindakan.
Implementasi tindakan setiap siklus secara umum sebagai berikut: guru menjelaskan tentang indikator pembelajaran, peserta didik dibagi ke dalam 11 kelompok dan setiap kelompok beranggotakan 4 orang peserta didik. Peserta didik mengamati gambar yang ada pada meja peraga. Guru membagikan chip kamar pas yang sesuai dengan tema pembelajaran. Peserta didik berbagi tugas pada setiap kelompoknya, 2 orang peserta didik bertugas menjaga meja kamar pas, dan 2 orang peserta didik lainnya memegang dan membaca chip kamar pas. Peserta didik membaca soal yang ada pada chip kamar pas, dan teman yang menjaga meja mencari dan mencocokkan jawaban yang ada pada meja kamar pas. Peserta didik melakukannya dengan cepat sebab diberi batasan waktu oleh guru. Tahap terakhir peserta didik diberikan penguatan dan reward atas hasil kerjanya.
Pada tahap observasi dan evaluasi setiap siklus dilakukan pengamatan dengan instrumen yang telah disediakan yaitu: tingkat kemampuan membaca permulaan dengan media kamar pas, dan lembar observasi aktivitas guru/peneliti, pada siklus akhir diberikan lembar wawancara untuk peserta didik tentang pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan dengan menggunakan media kamar pas. Pada setiap akhir siklus selalu dilaksanakan refleksi untuk mengetahui sejauh mana tingkat keterbacaan dan pemahaman peserta didik. Selalu diadakan diskusi dengan peserta didik dalam bentuk tanggapan dan komentar dari peserta didik sehingga refleksi sesuai dengan perkembangan kemajuan membaca peserta didik.
Teknik analisis data menggunakan analisis kualitatif dan digunakan terhadap data kualitatif yang diperoleh dari hasil pengamatan selama berlangsungnya pembelajaran di kelas, dan juga menggunakan analisis kuantitatif yaitu digunakan terhadap hasil kemampuan membaca permulaan peserta didik dengan menggunakan media kamar pas. Peserta didik dikatakan berhasil membaca, apabila adanya peningkatan kemampuan membaca setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan media kamar pas dan terjadinya peningkatan keaktifan peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran. Berdasarkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah dibuat oleh guru dan sekolah tersebut, yakni peserta didik dikatakan berhasil apabila telah mencapai skor minimal 70, dan secara klasikal jika terdapat 80% peserta didik yang tuntas dari keseluruhan peserta didik.
HASIL
Ketika peneliti membelajarkan peserta didik tentang membaca, ternyata kemampuan membaca peserta didik masih rendah. Bagaimana peserta didik bisa memahami dan menangkap makna pembelajaran apabila kemampuan membaca mereka rendah. Berangkat dari masalah tersebut guru dalam hal ini merangkap sebagai peneliti mencoba mencari jalan keluar dengan menggunakan media kamar pas guna meningkatkan kemampuan membaca peserta didik dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas. Deskripsi penelitian tindakan kelas dimulai dari pratindakan yaitu: identifikasi media kamar pas dan kemampuan membaca, kemudian dilaksanakan tindakan yang terdiri dari 2 siklus. Masing-masing siklus meliputi (a) persiapan tindakan, (b) pelaksanaan tindakan, (c) observasi dan evaluasi, dan (d) analisis dan refleksi. Secara rinci pelaksanaan tindakan sebagai berikut:
SIKLUS I
Pada siklus I Pembelajaran membaca permulaan dengan menggunakan media kamar pas ini, peserta didik cukup antusias. Perhatian peserta didik fluktuatif, mengingat bahwa kelas awal adalah ruangnya siswa untuk bermain, sebagian besar peserta didik tertib dan memperhatikan penjelasan guru, namun masih ada beberapa orang peserta didik yang bermain dan keluar masuk ruangan. Mereka tidak sabar lagi mencoba media pembelajaran yang diperlihatkan oleh guru.
Tingkat keterbacaan peserta didik sejumlah 44 orang dapat dilihat melalui data aktivitas peserta didik dalam pembelajaran membaca permulaan dengan menggunakan media kamar pas sebagai berikut: (1) jumlah chip yang dibagikan kepada peserta didik adalah sebanyak 9 buah; (2) chip yang dibagikan kepada peserta didik itu telah dilengkapi dengan pertanyaan sederhana; (3) masing-masing siswa dalam setiap kelompok melaksanakan tugas sebagaimana mestinya sebagai tim pembaca dan tim yang mencocokkan, ketika chip pertanyaan cocok dengan ruang kamar pas, maka lampu indikator akan menyala sekaligus menunjukkan bagian kata yang ada pada ruang kamar pas; (4) durasi waktu yang ditetapkan oleh guru selama 9 menit pada setiap kelompok ternyata tidak cukup, kenyataannya peserta didik tidak mau berhenti, namun tidak terjadi penambahan waktu. Setiap satu nomor soal diberi waktu pengerjaan selama 1 menit; (5) setelah peserta didik membaca dan mencocokkan dengan kecepatan waktu 9 menit, bacaan tersebut diperiksa oleh guru atau pengamat; (6) setelah itu semua jawaban dicek oleh guru maupun pengamat untuk menentukan hasil uji kemampuan membaca peserta didik pada setiap kelompok. Untuk mengukur kemampuan membaca pada siklus pertama, masing-masing peserta didik diberikan tes akhir siklus I yang berjumlah 9 nomor. Hasil belajar peserta didik yang berupa nilai tes siklus I dianalisis. Adapun analisis deskriptif nilai perolehan peserta didik setelah penggunaan media pembelajaran kamar pas pada setiap akhir pembelajaran dapat dilihat tabel berikut ini.
Tabel 1 Hasil Tes Kemampuan Membaca Peserta didik pada Siklus I
No Kategori Nilai Frekuensi Persentase (%)
1. Mampu ≥ 70 26 59,09
2. Tidak mampu < 70 18 40,91
Jumlah 44 100
Tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa peserta didik yang mampu membaca dengan bantuan media kamar pas pada siklus I adalah sebesar 59,09%. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak peserta didik yang perlu diarahkan tentang cara penggunaan media kamar pas ini dalam pembelajaran membaca. Data tersebut menunjukkan indikasi bahwa masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada siklus II dengan memperbaiki berbagai hal yang menjadi temuan pada siklus I. Skor tertinggi yang dicapai peserta didik adalah 88,8, nilai terendah yang diperoleh peserta didik adalah 50, dengan rentang skor 38,8. Sedangkan rata-rata skor hasil belajar peserta didik pada siklus I adalah 68,78 dari skor ideal yakni 100 dengan jumlah peserta didik 44 orang.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa rata-rata skor kemampuan membaca peserta didik setelah digunakan media pembelajaran kamar pas pada siklus I yaitu 68,78 berada dalam kategori tercapai dari nilai KKM yang telah ditentukan oleh guru dan sekolah tersebut, yakni 70. Dari masalah yang dihadapi peserta didik selama membaca dengan menggunakan media kamar pas, maka dapat direfleksikan sebagai berikut: Peserta didik perlu berhati-hati dalam mencocokkan antara chip kamar pas dengan tempat chip yang ada di meja kamar pas; Peserta didik perlu memiliki kemampuan mengenali huruf dan makna kata serta kejelian untuk mengerti dan memahami isi/pesan yang terkandung dalam chip yang seefisien mungkin; Peserta didik harus lebih cekatan dalam memasangkan chip pada meja kamar pas; Guru/peneliti harus memberikan pertanyaan-pertanyaan sederhana yang mudah dipahami oleh peserta didik. Alat bantu dalam mencocokkan chip juga perlu ditambah. Berdasarkan temuan hasil refleksi di atas dilakukan perbaikan untuk perencanaan siklus berikutnya.
SIKLUS II
Kegiatan pembelajaran pada siklus II sangat kondusif. Guru menerapkan pembelajaran berpusat pada peserta didik, sehingga kondisi kelas sangat bermakna dan menyenangkan. Perhatian peserta didik terhadap materi yang diberikan pada siklus ini sudah lebih meningkat ditunjukkan dengan keseriusannya dalam memperhatikan materi yang diberikan, tidak ada lagi peserta didik yang melakukan aktifitas lain dan keluar masuk kelas. Sampai di akhir pertemuan siklus ini perhatian peserta didik terhadap materi terlihat semakin meningkat. Peserta didik tidak lagi segan unjuk tangan untuk tampil ke depan kelas membacakan tugas yang diinstruksikan oleh guru. Pembelajaran dalam tim juga berjalan dengan baik. Kerjasama dan kemampuan peserta didik untuk berbagi tugas dan mengerjakan tugas dari guru juga berjalan dengan sangat baik, peserta didik tidak lagi egois dalam mengerjakan tugas dari guru. Berikut ini akan disajikan hasil analisis deskriptif skor hasil belajar peserta didik pada siklus II.
Tabel 2 Hasil Tes Kemampuan Membaca Peserta Didik pada Siklus II
No Kategori Nilai Frekuensi Persentase (%)
1. Mampu ≥ 70 40 90,90
2. Tidak mampu < 70 4 9,10
Jumlah 44 100
Tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa peserta didik yang mampu membaca dengan bantuan media kamar pas pada siklus II adalah sebesar 90,90%. Data tersebut menunjukkan indikasi bahwa penggunaan media kamar pas dalam pembelajaran membaca efektif digunakan. Skor tertinggi yang dicapai peserta didik adalah 94,4 nilai terendah yang diperoleh peserta didik adalah 61,1 dengan rentang skor 33,3. Sedangkan rata-rata skor hasil belajar peserta didik pada siklus II adalah 77,97 dari skor ideal yakni 100 dengan jumlah peserta didik 44 orang. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa rata-rata skor kemampuan membaca peserta didik setelah digunakan media pembelajaran Kamar Pas pada siklus II yaitu 77,97 berada dalam kategori terlampaui dari nilai KKM yang telah ditentukan oleh guru dan sekolah tersebut, yakni 70.
Perubahan-perubahan sikap yang terjadi selama proses belajar mengajar, mengindikasikan bahwa media pembelajaran kamar pas efektif digunakan dalam peningkatan kemampuan membaca peserta didik dalam pembelajaran tematik.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa kemampuan membaca melalui pembelajaran kamar pas peserta didik kelas I SD Negeri Taeng Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa mengalami perubahan dari siklus I hingga siklus berikutnya. Nilai rata-rata skor hasil belajar peserta didik pada siklus I adalah sebesar 68,78 dari rata-rata skor yang mungkin tercapai yaitu 100. Pada siklus II, rata-rata skor hasil belajar peserta didik menjadi 77,97 dari rata-rata skor yang mungkin dicapai yaitu 100. Nilai rata-rata tersebut berada pada kategori terlampaui dari nilai KKM yang telah ditentukan oleh guru dan pihak sekolah. Jadi, kemampuan membaca peserta didik kelas I SD Negeri Taeng Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa setelah digunakan pembelajaran kamar pas menunjukkan peningkatan dari 68,78 pada siklus I menjadi 77,97 pada siklus II.
Data hasil analisis kualitatif pada lembar observasi menunjukkan bahwa nilai hasil belajar pada kemampuan membaca peserta didik kelas I SD Negeri Taeng Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa, dalam mengikuti proses pembelajaran dengan adanya media pembelajaran kamar pas meningkat. Nilai rata-rata skor hasil belajar peserta didik pada siklus I adalah 68,78, sedangkan pada siklus II skor hasil belajar peserta didik adalah sebesar 77,97. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan sebesar 9,19. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan digunakan kamar pas dapat meningkatkan kemampuan membaca peserta didik kelas I di SD Negeri Taeng Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa.
Penelitian ini telah membenarkan teori meaningful learning (pembelajaran bermakna), bahwa seorang anak akan lebih mampu dan lebih mudah memahami pembelajaran dan mengerti tentang isi pembelajaran itu ketika ia mengalaminya sendiri melalui pengalaman belajar yang cukup memadai. Pengalaman itu akan lebih terkesan di otaknya, sehingga anak hanya memadukannya dengan kehidupan sehari-hari. Dari fakta tersebut maka disimpulkan bahwa peserta didik yang berada pada jenjang sekolah dasar terkhusus kepada kelas awal, akan lebih mudah memahamkan dirinya dalam hal pembelajaran apabila dia mengalaminya sendiri.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca peserta didik kelas I di SD Negeri Taeng Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa mengalami peningkatan yang disebabkan oleh beberapa faktor, yakni (1) pemanfaatan media pembelajaran kamar pas yang maksimal, (2) penggunaan media pembelajaran yang terus menerus dilakukan pada setiap pertemuan, dan (3) maksimalnya perbaikan-perbaikan yang dilakukan guru pada setiap siklus melalui refleksi. Sebagai indikator peningkatan hasil belajar peserta didik dapat dilihat pada hasil belajar peserta didik yaitu dari 26 orang peserta didik atau 59,09% yang mampu membaca pada siklus I, meningkat menjadi 40 orang peserta didik atau 90,90%. Peningkatan yang terjadi dari siklus I ke siklus II adalah sebesar 31,81%, sehingga dapat dikatakan bahwa media kamar pas dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan peserta didik.
Saran
Pembelajaran tematik di kelas awal memang sangat tepat diterapkan, sehingga diharapkan kepada guru, terkhusus guru kelas awal untuk mempertimbangkan menggunakan media pembelajaran sebagai alat bantu dalam pembelajaran. Media yang digunakan juga diharapkan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa dalam pembelajaran.
DAFTAR RUJUKAN
Anderson, R. C. 1972. Language Skills in Elementary Education. New York: Macmillan Publishing Co, Inc.
Dahar, R.W. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Danim, S. 2003. Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kasmidjan. 1996. Teori Membaca. Surabaya : Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni.
Listiani, Fidia. 2009. Penggunaan Kartu Kata dan Kartu Gambar untuk Meningkatkan Prestasi Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Arab di SD Muhammadiyah 1 Malang. Diakses melalui internet tanggal 4 Juli 2010 pada laman http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/sastra-arab/article/view/496.
Morrow, LM, 1993. Leteracy Development in Early Years, Boston: Allyn and Bacon.
Rofi’uddin, Ahmad & Damiyati Zuhdi. 1999. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Jakarta: Depdikbud.
Sadiman, Arief S, dkk. 1996. Media Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Smith, F. 1985. Reading. Cambridge: Cambridge University Press.
Sutirjo & Istuti, S.M. 2005. Tematik: Pembelajaran Efektif dalam Kurikulum 2004. Malang: Bayu Media.
Syafi’ie, Imam. 1999. Pengajaran Membaca di Kelas-kelas Awal Sekolah Dasar. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pengajaran Bahasa Indonesia pada FPBS Universitas Negeri Malang. Malang: Universitas Negeri Malang.
Umar, A., dan Kaco, N. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (Pengantar Terhadap Pemahaman Konsep dan Aplikasi). Makassar: UNM.
Umaroh, Siti. 2010. Penggunaan Media Kartu Kata dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Pada Anak Tunagrahita. Diakses melalui Internet tanggal 15 Juli 2010 pada Laman http://www.google.com/pendidikan+kewarganegaraan +tunagrahita598.
Ur, Penny. 1996. A Course in Language Teaching. Practice and Theory. Cambridge: University Press.
terimakasih atas artikelnya bu
BalasHapus